Langsung ke konten utama

Bedah Buku; Api Sejarah 1 : Ulama, Pahlawan Penggerak Kemerdekaan Indonesia (Part 3 - habis)


Penguasaan pasar oleh orang Arab muslim yang datang ke Nusantara membuat masyarakat pribumi akrab dengan mereka. Tidak hanya dalam interaksi jual beli, namun masuk sampai pada kehidupan sosial, mereka menikah, membangun perkampungan sampai tanpa sadar islam menjadi agama yang banyak di anut oleh pribumi Nusantara.

Komunitas muslim yang sudah menjadi mayoritas ini kemudian membentuk lembaga pengembangan manusia di Indonesia. Dengan tetap menjadikan pasar sebagai basis kekuatan ekonomi, para ulama saat itu membentuk Pondok Pesantren. Sehingga kita akan jumpai setelah kerajaan Hindu Majapahit maupun kerajaan Budha Sriwijaya runtuh, putra mahkota atupun pangerannya belajar ke pondok pesantren.

Hal ini dilatarbelakangi oleh kedatangan penjajah Katolik Portugis dan Kristen Spanyol (sekitar abad 16) yang awalnya dalam rangka urusan dagang, merambah hingga penguasaan wilayah. Misi suci yang merupakan doktrin agama membuat upaya penjajahan adalah bentuk “pengabdian” pada agama. Tidak salah, sehingga hal ini yang menggerakkan Ulama dan muslim Indonesia melakukan perlawanan.

Islam menjadi lambang nasionalisme kala itu. Belum ada lembaga selevel pondok pesantren yang memiliki basis sosial besar sehingga dapat melakukan perlawanan kepada penjajah dengan perlengkapan senjata canggih. Pesantren bukan hanya mejadi tempat menimba ilmu pendidikan agama, namun juga markas pelatihan militer. Tidak heran, jika muncul banyak tokoh pergerakan kemerdekaan yang kita kenal saat ini berlatar belakang pendidikan pesantren.

Gambar : Sesi Bedah Buku
Jenderal Sudirman, Panglima besar pertama TNI yang lahir dari rahim Persyarikatan Muhammadiyyah. Beliau berjuang memimpin pasukannya dari atas tandu, sakit tidak membuatnya terhalang untuk mengacungkan senjata pada tentara Belanda saat itu memimpin perang Gerilya. KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari merupakan tokoh sentral berdirinya dua ormas Islam besar di Indonesia yang asetnya dapat melebihi APBN tiap tahunnya. Agus Salim, Mohammad Natsir dan berbagai nama lainnya yang hidup di era pra-kemerdekaan sampai ikut mengawal pemerintahan Bung Karno.


Maka, adanya peran ulama dalam kemerdekaan ini sebenarnya tidak bisa dinafikan dari sejarah bangsa Indonesia. Kalian tahu, terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah usulan dari Perdana Menteri kita Mohammad Natsir; representasi dari umat Islam yang beradu argumen dengan Bung Karno yang lebih setuju dengan Republik Indonesia Serikat-nya. Meledaknya perlawanan kepada Belanda yang mampu menggerakkan ribuan santri dan kyai dengan laskar Hizboellah Sabilillah merupakaan hasil dari ultimatum “Resolusi Jihad” KH. Hasyim Asy’ari setelah dikunjungi tokoh-tokoh muda pergerakaan termasuk Bung Tomo. Tidak lupa menjamurnya organisasi-organisasi Islam kala itu yang diawali oleh Syarikat Dagang Islam, Persis, Persatuan Tarbiyah Islam dan lain sebagainya. Mereka yang turut menyusun batu bata Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Itulah perjuangan mereka, yang tidak banyak dicatat oleh tinta sejarah. Terimakasih Prof. Ahmad Mansur Suryanegara, membedah sejarah dan meluruskan benang merah yang sempat kusut tentang sejarah bangsa ini. Semoga kita tetap bisa mengobarkan “Api Sejarah” dalam jiwa dan raga kita, pemuda dan rakyat Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be