Penguasaan pasar oleh orang Arab muslim yang datang ke Nusantara membuat masyarakat pribumi akrab dengan mereka. Tidak hanya dalam interaksi jual beli, namun masuk sampai pada kehidupan sosial, mereka menikah, membangun perkampungan sampai tanpa sadar islam menjadi agama yang banyak di anut oleh pribumi Nusantara.
Komunitas muslim yang sudah menjadi mayoritas ini kemudian
membentuk lembaga pengembangan manusia di Indonesia. Dengan tetap menjadikan
pasar sebagai basis kekuatan ekonomi, para ulama saat itu membentuk Pondok
Pesantren. Sehingga kita akan jumpai setelah kerajaan Hindu Majapahit maupun kerajaan
Budha Sriwijaya runtuh, putra mahkota atupun pangerannya belajar ke pondok
pesantren.
Hal ini dilatarbelakangi oleh kedatangan penjajah Katolik Portugis
dan Kristen Spanyol (sekitar abad 16) yang awalnya dalam rangka urusan dagang,
merambah hingga penguasaan wilayah. Misi suci yang merupakan doktrin agama
membuat upaya penjajahan adalah bentuk “pengabdian” pada agama. Tidak salah,
sehingga hal ini yang menggerakkan Ulama dan muslim Indonesia melakukan
perlawanan.
Islam menjadi lambang nasionalisme kala itu. Belum ada
lembaga selevel pondok pesantren yang memiliki basis sosial besar sehingga
dapat melakukan perlawanan kepada penjajah dengan perlengkapan senjata canggih.
Pesantren bukan hanya mejadi tempat menimba ilmu pendidikan agama, namun juga
markas pelatihan militer. Tidak heran, jika muncul banyak tokoh pergerakan
kemerdekaan yang kita kenal saat ini berlatar belakang pendidikan pesantren.
![]() |
Gambar : Sesi Bedah Buku |
Jenderal Sudirman, Panglima besar pertama TNI yang lahir dari
rahim Persyarikatan Muhammadiyyah. Beliau berjuang memimpin pasukannya dari
atas tandu, sakit tidak membuatnya terhalang untuk mengacungkan senjata pada
tentara Belanda saat itu memimpin perang Gerilya. KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim
Asy’ari merupakan tokoh sentral berdirinya dua ormas Islam besar di Indonesia
yang asetnya dapat melebihi APBN tiap tahunnya. Agus Salim, Mohammad Natsir dan
berbagai nama lainnya yang hidup di era pra-kemerdekaan sampai ikut mengawal
pemerintahan Bung Karno.
Maka, adanya peran ulama dalam kemerdekaan ini sebenarnya
tidak bisa dinafikan dari sejarah bangsa Indonesia. Kalian tahu, terwujudnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah usulan dari Perdana Menteri kita
Mohammad Natsir; representasi dari umat Islam yang beradu argumen dengan Bung
Karno yang lebih setuju dengan Republik Indonesia Serikat-nya. Meledaknya perlawanan
kepada Belanda yang mampu menggerakkan ribuan santri dan kyai dengan laskar Hizboellah
Sabilillah merupakaan hasil dari ultimatum “Resolusi Jihad” KH. Hasyim Asy’ari
setelah dikunjungi tokoh-tokoh muda pergerakaan termasuk Bung Tomo. Tidak lupa
menjamurnya organisasi-organisasi Islam kala itu yang diawali oleh Syarikat
Dagang Islam, Persis, Persatuan Tarbiyah Islam dan lain sebagainya. Mereka yang
turut menyusun batu bata Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Itulah perjuangan mereka, yang tidak banyak
dicatat oleh tinta sejarah. Terimakasih Prof. Ahmad Mansur Suryanegara, membedah
sejarah dan meluruskan benang merah yang sempat kusut tentang sejarah bangsa
ini. Semoga kita tetap bisa mengobarkan “Api Sejarah” dalam jiwa dan raga kita,
pemuda dan rakyat Indonesia.
Komentar
Posting Komentar
Pesan anda sangat kami harapkan... :-)