Langsung ke konten utama

Kontroversi Puasa Bulan Rajab




Bismillahirrahmanirrahim...
Setiap momen – momen dalam beragama Islam sangat hangat untuk diperbincangkan. Khususnya hal – hal yang dianggap “tidak ada” pada zaman Nabi Saw. Banyak perbedaan pendapat yang muncul antar ulama satu dengan yang lain, terdapat pertentangan antar muslim satu dengan yang lain, yang ini masih dalam batas kewajaran. Yang mengkhawatirkan adalah saat muslim satu dengan muslim yang lain saling menyalahkan, menghujat, bahkan mengkafirkan. Padahal dalam sebuah riwayat pernah disampaikan Nabi Muhammad yang artinya “Perbedaan adalah Rahmat”.
Dalam momen kali ini sesuai dengan penanggalan Qomariyah 1438 Hijriyah, kita sudah memasuki bulan Rajab. Yang selalu menjadi permasalah dari tahun ke tahun (hampir setiap tahun) bahkan menjadi perdepatan kalangan akar rumput (baca:orang awam) tentang berpuasa pada bulan Rajab. Buya Yahya, selaku pengasuh Ponpes Al Bahjah Cirebon pernah menuliskan risalah kecil tentang bulan Rajab. Beliau mengawali pendahuluan bukunya dengan mengatakan ada 2 hal yang harus diperhatikan dalam membahas masalah puasa Rojab.Pertama : Tidak ada riwayat yang benar dari Rosulullah SAW yang melarang puasa Rojab. Kedua : Banyak riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa Rojab yang tidak benar dan palsu.
Nabi Muhammad Saw. juga pernah bersabda yang artinya “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban Bulanku dan Ramadhan adalah bulannya umatku.” Dari konteks kalimat sudah sangat jelas bahwa bulan Rajab sangat dimuliakan selain karena disebut “Syahrullah” juga Rajab adalah salah satu dari 4 bulan haram yakni Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharrom dan Rojab dan bulan haram ini dimuliakan oleh Allah SWT sehingga tidak diperkenankan untuk berperang di dalamnya dan masih banyak keutamaan di dalam bulan-bulan haram tersebut khususnya bulan Rojab.
Beberapa fadilah dalam bulan Rajab diantaranya adalah berpuasa dan  qiyamul lail, menghidupkan malam dengan memperbanyak membaca alqur-an, istighfar dan juga bersholawat. Hal yang menarik kali ini karena ada kejadian seorang kawan saya yang rela membatalkan puasanya karena mendapat penjelasan dari kawan yang lain bahwa puasa dalam bulan Rajab adalah bid’ah. Hal ini sangat disayangkan karena jelas diawal dipaparkan oleh Buya Yahya bahwa tidak ada larangan dalam hal ini.

 
 
Pada hari Senin kemarin (03/04/17), FKMI Ulul Albab mengadakan Kajian yang salah satu pembahasannya mengenai puasa bulan Rajab. Kajian ini diisi oleh Habib Nizar Fachri Yahya dari pesantren Darun Na’im Ampera Pontianak. Dalam pemaparan beliau, puasa Rajab merupakan perkara khilafiah yang artinya terdapat banyak perbedaan pendapat.Menurut 3 Imam Madzah Fiqh, Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi, puasa Rajab merupakan perkara sunnah. “Berbeda dengan Imam Ibn Hambal yang menilai hal ini merupakan bid’ah,” jelas beliau.
Poin penting dari Kajian kemarin adalah kita sebagai umat islam harus bisa saling memahami dalam perbedaan dan mengedepankan persamaan dan persatuan. Tidak mudah terprovokasi dengan hal-hal yang sesungguhnya bukan prinsipil atau yang menyangkut aqidah.
Saya sendiri sebagai Ketum FKMI Ulul Albab tidak terlalu menanggapi apabila muncul perdebatan menganai hal-hal seperti ini. Karena baik yang mengatakan sunnah maupun bid’ah, masing-masing memiliki hujjah, dalil yang mendukung pendapatnya. Yang menjadi permasalahan umat Islam sekarang adalah krisis kepercayaan terhadap saudara sendiri sampai menimbulkan permusuhan, perpecahan bahkan ditubuh Umat Islam.
Yah, saya menulis ini hanya untuk merangkum hasil kajian kemarin sekaligus menumpahkan opini saya. Tidak ada maksud mengajarkan kepada pembaca maupun siapapun, karena diri ini masih faqir akan ilmu agama.
Silahkan sampaikan pendapat dan komentar dibawah ya... Tapi jangan sampai debat kusir. 😁
Wallahu waliyyut taufiq...
Wa  ahsanut thaariq...
Wallahu a’lamu bish showaab...

Nauval Muhammad Al-Faqier,
Ketua Umum FKMI Ulul Albab 2016-2017
-yang mau dilengserkan-

Rumah Gerakan, 4 April 2017 M / 7 Rajab 1438 H

Komentar

Posting Komentar

Pesan anda sangat kami harapkan... :-)

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be