Langsung ke konten utama

Bedah Buku; “Api Sejarah 1: Kenangan yang Wajib Dipelajari” (Part 1)


Tahun 2014, menjadi awal pertemuan pertama saya dengan buku ini. Buku yang memberi kesan ‘horor’ dengan cover full hitam; hanya judul bukunya saja berwarna merah memberi kesan eye catching bagi yang melihatnya. Dan memang sesuai dengan cover, membaca buku ini memberi kesan horror sehingga pembacanya merasa takut jika tidak menyelesaikan membaca buku ini sampai selesai. Bisa jadi, pepatah “don’t judge book by this cover” tidak berlaku bagi buku ini, karena cover dan isinya sama-sama ‘horor’.

Sumber : news.detik.com
Buku sejarah karya Prof Ahmad Mansur Suryanegara ini sangat patut dibaca semua kalangan, khususnya aktivis pergerakan. Ia dapat membangkitkan ruh perjuangan untuk memberantas neo-imperialis yang muncul benihnya dalam diri bangsa ini. Senada dengan judul buku ini “API SEJARAH”, beliau menjelaskan dalam Kata Pengantarnya agar setiap jiwa dan raga yang sudah menikmati indahnya ekosistem kemerdekaan ini tidak hanya sebagai generasi penikmat, kita yang lebih dikenal dengan kaum native democracy jangan hanya terlena dengan kisah heroik para pejuang kemerdekaan, pahlawan nasional yang mengorbankan seluruh bagian hidupnya demi tercapainya kemerdekaan Indonesia.

Menariknya, kisah yang dijelaskan panjang lebar dalam buku ini tidak berorientasi pada “siapa”, “kapan”, “dimana” -sebuah pendekatan mata pelajaran sejarah yang membosankan-, namun lebih focus pada “bagaimana” dan “mengapa”. Tanpa menafikan catatan sejarah tentang siapa, kapan dan dimana suatu peristiwa, tapi memberi orientasi lebih dalam tentang bagaimana peristiwa itu terjadi. Sebagai contoh menarik adalah pertanyaan mengapa Ibu Kota Negara Indonesia terpilih di Jakarta? Bagaimana dinamika sampai tersebutlah nama Jakarta? Atau pertanyaan menarik seperti, Mengapa Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang bertepatan pada 9 Ramadhan? Tentang bendera Sang Saka Merah Putih, mengapa harus Merah Putih? Dan jawaban paling mengejutkan adalah bahwa latarbelakang peristiwa diatas tidak bisa dipisahkan dari peran masuknya agama terbesar di Indonesia saat ini, yaitu Islam.


Periodesasi dalam buku ini dimulai sejak pra sampai pasca -Kenabian Muhammad Saw., pasca nabi wafat, era dinasti Umayyah sampai ke khalifaan Turki Utsmani runtuh dan juga peran-perannya di Nusantara saat itu. Banyak memberi bantahan terhadapat sejarah-sejarah yang kita temui dalam buku pelajaran sejarah sekolah, sampai dongeng walisongo yang hanya diambil kisah mistis dan kleniknya saja.

Tidak hanya memaparkan proses terbentuknya Negara Indonesia, namun Guru Besar Universitas Padjajajaran ini juga menarik benang merah jauh sampai sebelum era kenabian Muhammad Saw sampai proses tersebarnya Islam ke seluruh dunia. Mengapa? Karena memang kemerdekaan Indonesia disebabkan semangat ber-Islam rakyat pribumi saat itu identik dengan semangat nasionalisme. Tak heran jika beliau menambahkan sub-judul buku ini menjadi “API SEJARAH: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Saya akan coba ulas 2 poin penting dari buku jilid pertama beliau ini.


Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be