Langsung ke konten utama

Bedah Buku; “Api Sejarah 1: Nenek Moyang Muslim Nusantara” (Part 2)

Siapakah yang membawa Islam ke bumi Nusantara? Kapan mereka datang? Jawaban yang akan kita dapatkan akan berbeda dengan pelajaran di sekolah setelah membaca buku ini.

Jamak kita ketahui kehidupan Muhammad muda sudah ikut serta pamannya berdagang sampai ke negeri seberang, Syam (Suriah/Iran). Jujur dan dapat dipercaya merupakan ciri khasnya. Dan inilah karakteristik khusus bangsa Arab, khususnya Makkah saat itu saudagar, pedagang. Maka jauh sebelum era kenabian, aktivitas jual-beli kebutuhan pokok tidak dapat dipisahkan. Sudah pasti, tanah Nusantara menjadi salah satu daerah suplay produk kekayaan alamnya.

Sumber : merahputih.com

Masuknya orang-orang Arab ke Nusantara layaknya gelombang, datang dan kembali, member dan menyeretnya ke laut. Kedatangan orang Arab yang saat era kenabian tidak hanya sebagai pedagang, namun juga sebagai juru dakwah. Karena saat itu, semangatnya menyebarkan ajaran Islam yang membawa ajaran keadilan dan kebebasan, berbeda dengan agama yang ada saat itu memiliki kasta dan level dalam kehidupan sosialnya. Sekitar abad ke-7 masehi saudagar Arab muslim sudah sampai ke Nusantara.

Kedatangan saudagar Arab muslim yang ramai ini memang tidak banyak disebutkan dalam buku sejarah kita. Lebih banyak disebut orang China, ataupun Gujarat sebagai pedagang yang datang ke Nusantara. Padahal, dominansi Arab lebih besar daripada Gujarat dengan tidak ditemukannya perkampungan khusus orang India di Indonesia. Dewasa ini, banyak kita jumpai perkampungan khusus orang Arab yang kebanyakan mereka adalah pedagang, saudagar, demikian juga dengan China. Namun sekali lagi, kisah tentang datangnya orang Arab yang juga ikut perjuangkan kemerdekaan sepi dari cerita dalam pelajaran sejarah.

Kalau kita pahami darimana datangnya Islam, maka jelas muslim Indonesia yang mayoritas ini tidak akan dianggap sebagai masyarakat kelas tiga. Islam datang pertama kali dengan penguasaan pasarnya. Bagaimana saudagar dari Arab berdagang, bersosialiasi secara langsung dengan pribumi dan terjadilah akulturasi budaya, pertukaran informasi, ini yang oleh Buya Hamka disebutnya Teori Mekkah. Masuknya Islam itu sudah sejak abad ke 7 Masehi dari Makkah langsung, bukan pada abad 13 yang ditandai dengan berdirinya Kerajaan Samudera Pasai.


Penguasaan sektor ekonomi, menjadi titik pertemuan pribumi dengan muslim arab. Sehingga dengan mudahnya Islam tersosialiasi ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Nusantara kala itu. Masalahnya, terjadi distorsi sejarah tentang ini. Banyak muslim yang saat ini mengetahui suatu ungkapan “Muslim yang berada di Masjid lebih dicintai ketimbang yang berada di Pasar”, sehingga saat ini muslim Indonesia tidak lagi banyak berada di Pasar-pasar, atau mall besar yang dikunjungi banyak orang. Hal ini yang dimanfaatkan perusahaan dagang VOC dan kawan-kawannya sehingga rakyat pribumi yang mayoritas muslim tidak dapat mengembangkan perekonomian pribumi.

Monopoli dagang ini yang tak terasa menempati wilayah Indonesia ratusan tahun, menjadikan kita lupa tentang sejarah Islam masuk ke Indonesia. Melalui hubungan muamalah, jual-beli yang terjadi di pasar. Sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw yang juga seorang saudagar kaya, jujur lagi dapat dipercaya. Maka, jelas sudah siapa nenek moyang muslim Indonesia yang datang darimana dan siapa mereka. Nenek moyang kita bukan datang dengan merampas hak orang lain, bukan dengan membawa pedang dan menumpahkan darah, bahkan ulama wali songo bukan mereka yang diceritakan tidak menjalankan syariat pada umumnya, wali songo pun berdagang, menjadi penasehat raja sampai menjadi seniman. Mari kita kembali pada kehidupan sosial yang sebenarnya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be