Langsung ke konten utama

Review Buku; "Pendar-Pendar Kebijaksanaan", Memaknai Agama ‘tidak sekedar’ Agama


“Kematian mengajarkan bahwa apa yang dimiliki dan dicintai manusia dalam hidupnya akan ditinggalkan dan tak berharga lagi.” (KH. Husein Muhammad)

Pendar, selayaknya memang dipergunakan pada tempat yang awalnya gelap agar cahaya yang terpancar bermanfaat bagi sekelilingnya. Sesuai dengan namanya, buku dengan judul “Pendar-Pendar Kebijaksanaan” ini memberikan cahaya hikmah bagi setiap orang yang membaca. Untaian kalimat yang mengawali tulisan ini member kita hikmah dari suatu kondisi yang dipahami secara luas akhir dari episode manusia; kematian. Namun, melalui tulisan penuh inspiratif penulis mengulik ilmu dan pengetahuan begitu dalam darinya. Ini hanya salah satu tulisan dari buku beliau.

Buku dengan sampul hitam perpaduan gambar tarian sufi (tarian yang terkenal era Dinasti Abbasiyyah) menurut saya menunjukkan bahwa isi buku ini berisi tentang hikmah yang tidak hanya sekedar dibaca, namun dipahami dengan akal, pikiran dan hati yang terbuka. Karena tidak cukup dibaca sekali, beberapa tulisan beliau perlu diulang, direnungi agar mendapatkan maksud dari apa yang penulis ungkapkan.

Menurut saya, buku karya KH. Husein Muhammad ini sangat cocok dibaca oleh setiap kalangan. Target pembacanya luas, khususnya bagi mereka yang butuh akan perspektif dari berbagai sudut pandang. Buku ini penulis sebut seperti bunga rampai, setiap artikel dikumpulkan dalam 7 Bab dengan 300 halaman berdasarkan tema pembasan yang sama. Topiknya tentang fenomena sosial, politik, pendidikan dan dibahas dengan menarik. Mengutip bahasa penulis, beliau  merespon berbagai isu dan fenomena yang berkembang di publik melalui pandangan agama sebagai perspektif keadilan dan kemanusiaan, karena beliau mengungkapkan bahwa agama Islam diturunakn Tuhan kepada manusia hanya dalam rangka menegakkan keadilan dan kemanusiaan, bukan untuk selain itu apalagi bertentangan dengan itu.

Hal ini senada dengan berbagai tulisan beliau di lini masa yang penulis miliki, facebook, instagram dan lain sebagainya. Bahkan, buku ini ternyata merupakan kumpulan tulisan beliau di facebook yang ‘diusulkan’ oleh kerabat-kerabatnya agar dibukukan dan sekarang bisa saya baca. Alhamdulillah.


KH. Husein Muhammad, melalui bukunya mengajak kita para pembaca agar bisa Iqro’ setiap  fenomena sosial dengan perspektif yang luas. Selalu bergerak kedepan dalam beragama dalam bingkai keadilan dan kemanusiaan. Memahami agama sebagai ‘lembaga’ yang otoritatif mengandung berbagai macam solusi dalam kehidupan, pastinya dengan pemahaman dan study yang juga komprehensif, bukan pandangan-pandangan yang statis, radikal, bahkan kemunduran dalam berfikir, hal ini juga yang beliau kritik melalui tulisan-tulisannya.

Sayang sekali, buku ini hanya bisa kita beli langsung melalui penerbit. Belum bisa kita dapatkan di toko buku atau penerbit mayor di seluruh Indonesia. Padahal, secara kualitas isi dan kandungannya senada dengan buku-buku karya Cak Nun, Cak Nur dan lain sebagainya. Semoga buku ini cetak kembali dan dijual secara luas dan makin banyak orang yang bisa membacanya.

Akhirnya, review buku yang saya tulis ini tidak bermaksud menyempitkan luasnya isi dari buku yang Kang Husein (sapaan akrab penulis) tulis. Bagi pembaca yang sudah membaca, harapannya bisa turut menyumbang pendapat dan komentar terkait buku beliau dan juga review ini. Tulisan-tulisan inspiratif beliau, bisa para pembaca ikuti di akun instagram beliau @husein553 atau facebook Husein Muhammad.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be