Langsung ke konten utama

Sucikan Nama Tuhanmu, Jangan Takbir Untuk Perpecahan

Sumber : https://www.economist.com
Oleh: Zainul Asror

Kemarin, Kamis 20/12/2018, KMQ (Kajian Membumikan al-Quran) di PSQ tampak berbeda. Kalau biasanya ruangan yang biasa dipakai untuk diskusi bulanan ini tampak lengang, kali ini ini ruangan PSQ sampai penuh sesak. Lalu apa yang menyebabkan animo mahasiswa—baik mahasiswa s1, s2 dan s3—begitu besar? Jawabannya satu. TGB Dr. Zainul Majdi effect. Selain TGB, tentu saja ada tuan rumah PSQ, Dr. Muchlis Hanafi dan tentunya Prof. Quraish Shihab.

Diskusi lebih menantang dan menarik karena tema yang diusung adalah tentang
“Dari Ideologi Khilafah ke Manusia Khalifah”. Diskusi ini dibuka oleh Muchlis dengan sangat santai namun berisi. Ia langsung menukil pendapat Syahrastani dalam kitabnya Milal wa al-Nihal, menurutnya persoalan yang paling banyak menyita energi umat Islam dari zaman dahulu adalah ikhtilaf fil Imamah atau perbedaan cara pandang terkait Imamah atau kepemimpinan.

Muchlis menuturkan bahwa dalam al-Qur’an, kata khalifah dan derivasinya tidak ada satu pun yang menunjukkan secara pasti bahwa makna khalifah merupakan kepemimpinan dalam satu wilayah.

Ia sepakat dengan pendapat yang menyatakan bahwa Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan (mu’amalahj, aqidah, politik dll.) Akan tetapi, kalau bicara tentang negara dan politik apakah al-Qur’an menentukan secara pasti tentang mekanisme pemilihan, bentuk negara, dan lain-lain? ini yang harus terus diperhatikan.

Dalam konteks Indonesia, apabila kita masih mempersoalkan hubungan agama dan negara—dalam arti prinsip dasar dan bentuk negaranya—maka kita sebenarnya telah bergerak mundur. “Sekarang kita tinggal memilih, mau capek-capek membongkar dasar negara yang sudah ada, lalu diganti dengan dasar atau konsep yang belum jelas bentuknya, atau lebih baik bagi kita untuk memperbaiki negara ini, dengan pedoman dasar Pancasila yang sudah ada (yang tentunya mengandung nilai-nilai Islam)?” lebih baik lagi apabila kita mampu memimpin diri kita sendiri menjadi lebih baik (khalifah) di bumi ini, tuturnya.

Beberapa saat kemudian, giliran TGB bicara. Ia memulai pembicaraan dengan konsep kepemimpinan dalam tradisi ahlussunnah wa al-Jamaah. Menurutnya, kepemimpinan dalam ahlussunnah itu masuk dalam bab fiqh, berbeda dengan syi’ah yang menganggap Imamah bagian dari aqidah. Sehingga, tidak perlu mengkafirkan, sesat menyesatkan, dll. yang sifatnya menjelek-jelekkan sesama muslim. Karena dalam bab fiqh, bukan bab aqidah, perbedaan itu hal yang sudah sangat biasa.

Ia melanjutkan, “Imamah atau khilafah itu selalu dibahas dalam konteks fungsi, bukan terkait sistem. Maka dari itu semua ulama’ mengatakan bahwa wajib hukumnya keberadaan seorang pemimpin. Supaya apa? Hak dan kewajiban umat Islam terjamin, masyawakat makmur, hubungan dengan masyarakat berbeda agama pun dapat harmonis”.

“Lalu, apa yang dimaksud dengan Daulah Islamiyah?” Tanyanya kepada audiens. Menurutnya, dalam fiqh tidak ada pembahasan ini, yang ada hanyalah perbedaan antara Darul Kufri dan Darul Islam. Ulama’ pun berbeda terkait pengertian Darul Islam. Ada yang berpendapat bahwa Darul Islam adalah negara yang diduduki mayoritas umat Islam (seperti Indonesia), namun ada juga yang mengatakan bahwa disebut Darul Islam itu selama umat Islam—meski minoritas—tetap mampu menjalankan syariatnya, semisal shalat, puasa, dll.

Sebagai penutup acara, Prof. Quraish Shihab juga diminta untuk memberikan pesan kepada para audiens. Ia menyinggung kelompok yang sering menggunakan kalimat takbir sebagai pemicu amarah. “Sucikanlah nama Tuhanmu, jangan bertakbir yang bisa membuat orang-orang berpecah belah” ucap beliau sembari berkaca-kaca.

Sumber: Islami.co

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kontroversi Puasa Bulan Rajab

Bismillahirrahmanirrahim... Setiap momen – momen dalam beragama Islam sangat hangat untuk diperbincangkan. Khususnya hal – hal yang dianggap “tidak ada” pada zaman Nabi Saw. Banyak perbedaan pendapat yang muncul antar ulama satu dengan yang lain, terdapat pertentangan antar muslim satu dengan yang lain, yang ini masih dalam batas kewajaran. Yang mengkhawatirkan adalah saat muslim satu dengan muslim yang lain saling menyalahkan, menghujat, bahkan mengkafirkan. Padahal dalam sebuah riwayat pernah disampaikan Nabi Muhammad yang artinya “Perbedaan adalah Rahmat”. Dalam momen kali ini sesuai dengan penanggalan Qomariyah 1438 Hijriyah, kita sudah memasuki bulan Rajab. Yang selalu menjadi permasalah dari tahun ke tahun (hampir setiap tahun) bahkan menjadi perdepatan kalangan akar rumput (baca:orang awam) tentang berpuasa pada bulan Rajab. Buya Yahya, selaku pengasuh Ponpes Al Bahjah Cirebon pernah menuliskan risalah kecil tentang bulan Rajab. Beliau mengawali pendahuluan bukunya den...

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Review Buku; Saring Sebelum Sharing - Beragama di Era Dunia Maya

Internet sudah menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia, khususnya Orang Indonesia. Hal itu yang menyebutkan bahwa kita sedang berada dalam dunia tanpa batas, perbincangan orang Amerika akan mudah kita ketahui, isu yang berkembang ditengah masyarakat Jepang lebih mudah didapat oleh Orang Indonesia, zaman sekarang. Dan ternyata, internet sangat membawa dampak bagi masyarakat muslim dalam mempelajari agamanya, Islam. Kita akan mudah menjumpai hadits Nabi, ayat Qur’an yang menjadi rujukan utama agama Islam bertebaran di dunia maya a.k.a internet. Dunia maya itu termasuk didalamnya website , media sosial, broadcast , sampai meme atau komik yang berisi konten-konten kebaikan, jelas karena isinya adalah ayat Qur’an, hadits Nabi maupun atsar, maqolah para Sahabat dan Ulama. Namun sayang, terkadang apa yang tersebar tidak sedikit yang khilaf atau salah, salah tempat, salah pakai, salah konteks sampai salah paham! Harus diperhatikan, bahwa yang baik belum tentu benar...