Langsung ke konten utama

KOTA SANTRI - Jombang (Part 1)

Kota kedua dalam perjalanan safarku pada tanggal 17 November 2018. Khusus kota ini, akan aku tulis dalam beberapa postingan. Mengingat banyak moment yang patut dibagikan.

Jombang. Menurut info beredar, kata Jombang berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Jawa "IJO" dan "ABANG". Ijo artinya Hijau, dan Abang artinya merah. Dua kata yg berarti warna dengan maksud menunjukkan dua entitas penting dalam struktur sosial disalah satu kota di Jawa Timur ini. Apa maksudnya?

Ijo. Mewakili kalangan agamis. Seperi yg kita banyak ketahui bahwa di Jombang ini 3 serangkai pendiri Nahdhatul Ulama hidup sampai akhir usianya. KH. Hasyim Asy'ari (Tebuireng), KH. Wahab Hasbullah (Tambak Beras) dan KH. Bishri Syansuri (Denanyar). Disini terdapat 4 pondok pesantren besar yang membawa Jombang mendapat predikat Kota Santri, 3 desa dg pendiri yg saya sebut diatas tambah lagi Ponpes Darul Ulum di Rejoso, Kec. Peterongan. Tidak sulit jika pergi ke Jombang bertemu dg orang berkopyah dan sarungan. Maka wajar, hijau yg identik dg hal2 berbau agamis tersemat di kata pertama kota ini, "IJO".

Abang. Ada masyarakat "abang-an". Mereka adalah masyarakat umum yg lebih sering identik dg tidak terlalu paham agama, sehingga menimbulkan tindakan mistis sampai anarkis. Contohnya, kita kenal dg anak bernama Ponari; bocah ajaib dg batu yang konon turun dari langit mampu menyembuhkan segala macam penyakit hanya dg mencelupkan batunya ke dalam air. Ada juga Riyan; manusia yg rela membunuh puluhan orang kemudian dimutulasinya. Mereka terkenal berada di Jombang.

Singkat kata, Ijo ini mewakili kaum agamis sedangkan abang mewakili kaum kejawen (kurang melaksanakan syariat Islam). Ijo dan abang ini sampai saat ini nampak jelas pada dasar logo pemkab Jombang.

Begitulah kisah Jombang. Dan aku telah bersama dg Jombang selama 6 th lamanya. Sejak Tsanawiyah sampai Aliyah. Tumbuh kembang dari ilmu pengetahuan sampai ilmu kanuragan (haha). Dan saat ini, alhamdulillah masih bisa bersua dengan santri putra/i di Ponpes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.

Bersambung...

Sumber : wikipedia.org

Ig : nauval_nashir
Fb : Nauval Ibn Nashir

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be