Langsung ke konten utama

Prospek Pengembangan Usaha Tani Ubi Jalar (Studi Kasus : Desa Rasau Jaya II Kec. Kubu Raya Kalimantan Barat)

Ubi Jalar merupakan salah satu komoditas pangan yang perlu dikembangkan sejalan dengan maraknya usaha pengolahan ubi. Di Indonesia, ubi jalar masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat marginal, berbeda dengan di  negara Jepang, Amerika, Eropa menjadikan ubi jalar memiliki status pangan yang tinggi diatas bahan pangan kentang. Dengan semakin berkembangnya teknologi hasil pertanian, ubi jalar dipastikan dapat lebih dimanfaat sebagai salah satu bahan pangan utama bersama dengan padi, jagung, kentang dsb.

Penelitian ini menggunakan metode stratified random sampling yang melibatkan 30 responden dengan wawancara yang terstruktur. Hasil wawancara diolah secara deskriptif.

Dari hasil wawancara dan olah data, usaha tani ubi jalar sangat berpotensi di desa Rasau Jaya II, kendala utama petani adalah modal untuk produksi ubi jalar. Wawasan terkait produk olahan ubi jalar masih sangat minim sehingga harga jual rendah, meskipun untuk pasar produk mentahan ubi jalar sudah tersedia.

Selain desa Rasau Jaya, hasil panen ubi jalar dijual petani di pasar Pontianak, Siantan dan juga kabupaten lainnya seperti Sintang dengan harga Rp11.000 - Rp12.000/Kg. Tidak hanya pribumi sebagai konsumen, ubi jalar Rasau Jaya juga dikonsumsi oleh tetangga, Malaysia.

Kendala yang dialami petani ubi jalar berkenaan dengan modal usaha tani. Jumlah modal yang tersedia juga mempengaruhi komoditas apa yang akan dibudidayakan. Infrastruktur yaitu akses jalan untuk mengakut hasil panen masih minim, jalan yang rusak dan sewa sehingga mengurangi pendapatan petani. Pengetahuan petani terkait pengolahan pasca panen ubi jalar juga masih minim, hal ini menjadi peluang bagi industri kreatif untuk bisa mengembangkannya selain ketersediaan lahan untuk budidaya. Karena rata-rata petani mengembangkan ubi jalar antara 0,4 – 1 Ha untuk budidaya.

Author : Juliana C. Kilmanun dan Tuti Sugiarti

Reviwer,
Nauval Muhammad
Lihat Jurnal : Teks Full PDF

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be