Lahan
basah merupakan lahan yang sensitif terhadap perubahan dan perlu penangan
khusus untuk pemanfaatan budidaya. Pengelolaan yang tepat akan memberi manfaat
dalam meningkatkan produksi pertanian. Lahan basah sendiri menurut Ramsar
adalah lahan gambut, payau, tanah rawa, dengan air tergenang maupun jenuh
termasuk air asin wilayah perairan laut yang tergenang tidak lebih dari 6 m.
Total
lahan basah di Indonesia mencapai 20,6 juta Ha atau sekitar 10,8 % dari total
daratan di Indonesia. Pengelolaannya biasa dipakai untuk lahan pertanian maupun
perkebunan. Sebagian besar digunakan untuk lahan perkebunan, kelapa sawit,
karet, ditambahn tanaman pangan seperti padi, jagung, ada juga tanaman
hortikultura buah. Bahkan ada juga yang direklamasi untuk areal perumahan. Dengan
potensi tersebut, maka perlu penanganann khusus untuk pengelolaan utamanya
untuk peningkatan produksi pertanian sesuai dengan program pemerintah Republik
Indonesia.
Penelitan
ini menggunakan metode interview dengan populasi petani yang ada di Desa Mulia
Sari Kec. Tanjung Lago Kab. Banyuasin. Pendekatan kualitatif dengan strategi
observasi juga ikut melengkapi penelitian ini. Observasi dan wawancara dipilih
karena dapaat mewakili peristiwa, posisi dan kondisi populasi akan diteliti. Alasan
dipilihnya desa ini karena beberapa pertimbangan; Desa Mulia Sari terpilih
sebagai pusat Kota Terpadu Mandiri (KTM), sentra admnistrasi dan pengelohan
lahan basah khusus pertanian, dan banyak organisasi atau kelompok pertanian
yang melakukan riset, penelitian, sampai pendidikan serta pelatihan yang juga
dilaksanakan oleh pemerintah serta akademisi.
Sampel
diambil secara acak (random sampling)
dengan 21 responden yang diambil berdasarkan latar belakang pendidikan,
pengetahuan tentang kondisi pertanian di daerah setempat. Responden juga
terdiri dari tokoh masyarakat, ketua gapoktan, serta pengurus pengelolaan air
di Desa Mulia Sari.
Dari hasil interview didapati 80% penduduk Desa Mulia Sari
berprofesi sebagai petani dengan rata-rata usia petani antara 25-65 tahun. Pekerjaan bertani 75% digeluti laki-laki, hanya 4,7% perempuan yang menggeluti profesi petani.
Tingkat pendidikan petani relatif rendah. Hampir 50% petani belum memenuhi wajib belajar sembilan
tahun. 33% petani berpendidikan
SD dan 47,61% berpendidikan
setaraf SMP. Luas garapan petani berkisar 0,5-4 ha dan lebih dari 30%
petani menyewa lahan.
Prioritas dari pengelolaan lahan basah
adalah pada pengelolan air. Sistem pertanian berkelanjutan sudah seharusnya
diterapkan pada lahan basah. Namun hal tersebut belum terlaksana secara optimal
di Desa Mulia Sari. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan, serta
pengetahuan petani masih sangat minim. Pola pikir petani menganggap bahwa
pemakaian bahan organik secara besar akan menurunkan produksi pertanian, karena
mereka tidak memandang jangka panjang
dari pemakaian Urea, NPK, SP-36 serta bahan-bahan kimia lainnya tanpa
diimbangi bahan organik.
Peran pemerintah serta akademisi juga
hanya terbatas pada pelatihan dan pengarahan tanpa adanya pengawasan serta
kontrol yang intensif untuk pengelolaan lahan basah. Pola komunikasi yang
dibangun pemerintah juga perlu ada inovasi karena faktor pendidikan petani,
pengetahuan sangat mempengaruhi cara pandang petani terhadapat arahan daripada
pemeritah. Maka perlu dirumuskan regulasi agar mengedukasi petani dengan cara
yang lebih inovatif sesuai karakteristik petani dan ekologi lahan basah.
Author : Ombun Rahmi, Robiyanto Hendro Susanto, Ari Siswanto
Reviwer,
Nauval Muhammad
Lihat Jurnal : Teks Full PDF
Komentar
Posting Komentar
Pesan anda sangat kami harapkan... :-)