Langsung ke konten utama

Muslim Kok Gitu, Sih?

"Sesungguhnya setiap mukmin itu bersaudara, karena itu maka damaikanlah antara kedua saudaramu (yg berselisih) dan bertakwalah kpd Allah agar kamu mendapat rahmat." (Qs. AlHujurat : 10)

Ayat ini menjelaskan bahwa persaudaraan berkolerasi dengan keimanan. Bagaimana tidak, manusia model apa yang mampu melawan tank baja dan hujan roket hanya dengan berbekal ketapel ditangan? Bisa kita lihat anak-anak Palestina.

Apa yang membuat Panglima Jenderal Sudirman kékéh turun ke medan perang meski harus ditandu, sigap memimpin pasukan gerilya melawan Belanda.  Itu buah persaudaraan dengan iman.

Tapi ada yang bersaudara dalam keburukan. Dan persaudaraan mereka lebih rekat. Kita lihat kelompok pencopet, preman pasar, atau geng motor ugal-ugalan. Sayang, persaudaraan mereka tidak dibalut iman.

Muslim saat ini memang mengalami kemunduran. Kabarnya, sejak penyerbuan tentara Mongol ke kota Baghdad sehingga runtuhnya Dinasti Abbasyiah bersama ratusan kitab-kitab ilmiah yang dibuah ke Sungai Eufrat sampai hitam airnya, atau diusirnya masyarakat Muslim di Andalusia sehingga hanya ada 3 pilihan yaitu murtad, mati, pergi, bahkan bisa jadi mundur sebab kita! Ya, kita sendiri sebab kemunduran itu...

Perlu kita renungi perkataan tokoh ulama Mesir; Muhammad Abduh, Al Islaamu mahjuubun bil muslimiin, "Islam itu tertutupi oleh Orang islam sendiri". Apa maksudnya? Tulisan saya merupakan buah dari kekecewaan terhadap saya sendiri, kecewa karena ketidak mampuan mengatur hati agar tidak kecewa terhadap saudara sendiri.

Contohnya, "Waktu" dalam Islam diberi porsi khusus pembahasannya (QS. AlAshr 1-3). Dari sana konsekuensi dari tidak disiplin waktu adalah rugi, begitu juga dengan adanya ajaran sholat 5 waktu di waktunya. Namun realita, muslim kebanyakan tidak menghargai waktu, datang rapat telat, lulus kuliah telat, bahkan sholat yang sudah jelas waktunya juga telat!

Dampak dari citra Islam yang dibawa penganutnya memang tidak nampak jika Islam sebagai agama mayoritas disuatu daerah. Mari kita lihat saudara kita di Amerika, China ketika Islam tidak dilihat agamanya namun dari individu para penganutnya. Setiap gerak-gerik muslim dinilai sebagai gambaran dari Islam itu sendiri. Bukan hanya dari ibadah, lebih dari cara bersosial, berbicara, bersikap, termasuk tingkat intelektualitasnya.

Fenomena lainnya adalah ketika saudara kita memakai kalimat "Insyaallah", seakan-akan itu adalah tameng bila ingin menghindari suatu hal dari saudaranya. Hal ini bertolak belakang dengan maksud penggunaan kalimat itu, "Insyaallah" artinya "Jika Allah Menghendaki" lalu berdalihlah oknum-oknum itu dengan berbagai alasan dan kadang kala diulanginya lagi. Miris.

Sangat miris jika "tertutupnya" Islam terjadi pada mereka yang mengaku mendakwahkan Islam. Hal ini seperti yang diceritakan oleh Fathi Yakan dalam bukunya "Robohnya dakwah di tangan Da'i". Aktivis muslim kok gitu? Jangan sampai wahai kawan...

Mari kita perdalam ilmu dan pengalaman, semakin dalam ilmu semakin dapat menyegarkan. Bukan malah memperkeruh, kejadiannya ketika seseorang rajin ikut kajian bukannya mendamaikan malah memecah belah. Na'udzubillah... Islam sudah kaffah, mari menjadi Muslim yang kaffah. Agar tidak ada yang bertanya, Muslim kok gitu, sih?

AlFaqier,
Nauval Muhammad

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be