Langsung ke konten utama

Sejarah Partai Mahasiswa


Keberadaan partai mahasiswa merupakan salah satu unsur pelengkap dalam sistem demokrasi yang ada dalam pemerintahan mahasiswa. Kalau kita mengaca pada 10 Besar kampus terbaik di Indonesia, seperti UI, IPB, UGM, ITB dan sebagainya, meraka tidak memiliki model pemerintahan mahasiswa yang sama. Dari 4 nama kampus tersebut hanya UGM yang memakai sistem partai mahasiswa dalam Pemira. Maka perlu kita perdalam apa alasan mendasar dibentuknya Partai Mahasiswa. Hal ini berkaitan erat dengan iklim serta kebijakan perguruan tinggi ditambah efek dari NKK/BKK.

Kita bahas kembali 2 arus gerakan mahasiswa saat itu. Dimana dominasi gerakan eksternal sangat kuat sehingga mampu mengintervensi gerakan internal kampus. Sedangkan untuk melakukan maneuver-manuver ataupun gerakan perlawanan kedalam kampus perlu lembaga internal kampus. Karena saat itu tidak hanya pemerintahan yang ‘mengusik’ mahasiswa, namun birokrat kampus juga turut ikut campur. Maka bisa kita liat pada 4 perguruan tinggi diatas, hanya UGM yang memakai sistem partai karena dominasi gerakan eksternal sangat kuat. Berbeda dengan ketiga kampus lainnya yang dominasi gerakan eksternal tidak terlalu nampak dan kuat, jelas dengan berbagai latar belakang.

Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura
Sistem partai mahasiswa di Universitas Tanjungpura sendiri mulai diberlakukan pada tahun 2005. Pasca BEM dan DPM Untan saat itu study banding ke UGM. Mengapa memilih memakai partai mahasiswa? Karena iklim dan dinamika kampus Untan memiliki kesamaan dengan UGM, yang saat itu DPM dan BEM di dominasi oleh gerakan eksternal sehingga perlu adanya wadah khusus dalam mengawal kebijakan kampus.

Peraturan terkait Partai Mahasiswa ini terus mengalami penyesuaian dan perubahan karena kepentingan dan kondisi mahasiswa tiap periode. Sampai pada tahun 2012, partai mahasiswa tidak kembali dipakai. Kenapa tidak dipakai? Ternyata kondisi sudah berubah, mahasiswa Untan tidak memerlukan lagi sistem kepartaian sehingga hal itu dihapus dari pemira.

Namun dengan berjalannya waktu kembali, pada Pemirama tahun 2018, partai mahasiwa kembali dipakai di Universitas Tanjungpura. Alasannya? Saya belum mengetahuinya.

Evaluasi kepartaian di Untan pada masa akhir-akhir ini memang mengalami disfungsi sehingga terkesan tidak berguna. Berbeda dengan partai di UGM, masih ada kajian-kajian, seminar.

Partai juga bisa sebagai wadah kaderisasi dan rekrutmen, minimal menjadi syarat jika akan menjadi Presma dan Wapres (selain dukungan partai). Hanya saja mungkin tenaga mahasiswa tidak cukup karena sudah terlalu banyak lembaga yang harus dihidupi.

Lalu bagaimana sistem kepartaian yang sehat? Atau sistem partai sudah tidak perlu dipakai di Universitas Tanjungpura? Mari kita bereksperimen di kampus masing-masing!

Sumber :
Abdul Jabbar S.Si (Presma Untan 2 periode 2012 – 2014
Rahmat Saiful (Presma Untan 2014/2015)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be