Langsung ke konten utama

MENANGIS

Laa Tahzan, innallaha ma'anaa... (alqur-an)

Sudah 4 hari Ramadhan pergi, suasana ukhrowi yang biasa malam hari dinikmati sedikit demi sedikit ikut larut dengan kesibukan sendiri. Untuk menjaga semangat ibadah, sebagian muslim memilih "menambah" jatah puasa dengan mengambil bonus yang Allah berikan. Hadiahnya, bisa lebaran lagi yang kedua di tanggal 7 Syawwal. Hehehe

Lebaran 7, atau ada istilah lain syawwalan, kupatan, dsb. Menjadi rutinitas sendiri dikalangan masyarakat Indonesia. Saya rasa bonus yg Allah berikan ini dalam rangka mereda sedikit rasa sedih kita, yaa... yang saat tanggal tua Ramadhan sudah merengek karena akan ditinggal pergi. Demikianlah Rahman dan Rahimnya Allah Ta'ala...

Sedih, identik dengan menangis. Namun menangis, belum tentu sedih. Kedua kata ini memiliki asal yang berbeda, menangis itu netral karena kata kerja kalau sedih itu kata sifat.

Dalam alquran banyak kisah yang memberikan gambaran terkait menangis. Sehingga oleh Dr. 'Aidh AlQarni dijadikan judul buku "La Tahzan". Kisah menangisnya Abu Bakar bersama Rasulullah saat dibersembunyi di Gua Tsur, menangisnya para ahli neraka, menangisnya bayi saat melihat dunia, cukup menjadi dalil aqli dan naqli bagaimana eratnya aktivitas menangis dalam hidup kita.

Menangis, kadang menjadi parameter kelembutan hati seseorang. Orang yang tdk pernah menangis dianggap hatinya keras, membatu. Orang yang banyak nangis karena mudah tersentuh hatinya, saya kurang sepakat hal itu. Semua orang punya caranya sendiri dalam mengekspresikan diri, khususnya antara laki-laki dan perempuan.

Menangis, mungkin banyak orang lebih suka menangis saat musibah datang, dompet kering kerontang, atau dosa yang amat menjulang. Tapi tidak sedikit yang menangis saat nikmat berlipat, bahagia sangat, istilah kerennya mengharu-biru.

Menangis. Dari sisi kesehatan, itu menyehatkan mata. Kalau tidak pernah menangis, mata akan jarang sekali dibersihkan. Apalagi yang jarang berwudhu. Maka, menangislah...

Aku, rindu menangis. Aku menangis panjang terakhir saat Mamah pergi dari dunia. Selebihnya, aku hanya berharap itu bukan tangisan air mata buaya.

Menangislah...

Ketapang, 4 Syawwal 1439 H
AlFaqier
Nauval Muhammad

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kontroversi Puasa Bulan Rajab

Bismillahirrahmanirrahim... Setiap momen – momen dalam beragama Islam sangat hangat untuk diperbincangkan. Khususnya hal – hal yang dianggap “tidak ada” pada zaman Nabi Saw. Banyak perbedaan pendapat yang muncul antar ulama satu dengan yang lain, terdapat pertentangan antar muslim satu dengan yang lain, yang ini masih dalam batas kewajaran. Yang mengkhawatirkan adalah saat muslim satu dengan muslim yang lain saling menyalahkan, menghujat, bahkan mengkafirkan. Padahal dalam sebuah riwayat pernah disampaikan Nabi Muhammad yang artinya “Perbedaan adalah Rahmat”. Dalam momen kali ini sesuai dengan penanggalan Qomariyah 1438 Hijriyah, kita sudah memasuki bulan Rajab. Yang selalu menjadi permasalah dari tahun ke tahun (hampir setiap tahun) bahkan menjadi perdepatan kalangan akar rumput (baca:orang awam) tentang berpuasa pada bulan Rajab. Buya Yahya, selaku pengasuh Ponpes Al Bahjah Cirebon pernah menuliskan risalah kecil tentang bulan Rajab. Beliau mengawali pendahuluan bukunya den...

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Review Buku ; "Risalah Liberal", Mengenal Agar Tidak Terpapar

"Itulah sebabnya perjuangan sekuler adalah sebuah tragedi. Sebuah pemberontakan yang tak mungkin membuahkan hasil namun dipaksakan.” Kalimat diatas adalah opening yang bisa kita baca pada sampul buku “Risalah Liberal” karya Imam Fajar Saputra. Dengan warna sampul hitam dan icon topeng merah menambah kesan mencekam akan isi daripada buku tersebut. Pertama kali open PO, sebenarnya saya cukup terkejut dengan judul yang ‘aneh’ dan berani. Bagaimana tidak, genre pemikiran adalah sisi yang sangat jarang di jamah oleh kebanyakan penulis -sejauh yang saya kenal- apalagi bagi penulis muda seperti beliau. Penulis, sepanjang saya mengenalnya tidak jauh dari dunia gerakan. Amanah dan pengalamannya bergaul dengan lintas pemikiran dapat menjadi latar belakang lahirnya buku ini. Dengan rasa penasaran, saya beli buku ini untuk mendapat manfaat daripadanya, dan benar! Mari kita sedikit intip isinya. Buku yang cukup ringan saat dibawa, namun berat saat dibaca. Kesan pertama saat membuk...