Langsung ke konten utama

Jadi Jurnalis Itu Mudah - Catatan Kecil KAMMI Digital Camp

Pontianak - Telah berlangsung penyampaian materi dari M. Nur Iskandar tentang Dasar-dasar Jurnalistik dalam agenda KAMMI Digital Camp di Aula Balai Pelestarian Budaya Jl. Sutoyo pada Ahad, 7/5/2017.

Bg Nur, sapaan akrabnya menyampaikan
bahwa jurnalistik itu seperti buka mata HIDUP, tutup mata MATI. "Hanya tergantung dari tipisnya kelopak mata, saat kita melihat kejadian langsung dilaporkan, ketika tidak melihat tidak dapat apa-apa", ungkapnya. Menjadi seorang jurnalis sendiri dapat dilatih mulai dari menulis catatan harian. "Islam disampaikan sebagai jurnalisme, melalu Allah sebagai sumber berita, disampaikan melalui Jibril As., dan disebarkan oleh Nabi Muhammad Saw sebagai pembawa berita. Nabi kan berarti pembawa berita", lanjutnya.

Lelaki yang sudah menggeluti dunia jurnalistik selama lebih dari 25 tahun ini menceritakan banyak hal tentang seluk beluk pengalamannya dalam jurnalis. Mulai dari yang paling baik sampai yang paling buruk. Hal ini menggambarkan bahwa menjadi seorang jurnalis itu mudah, namun juga tidak berarti tanpa tantangan.

"Jurnalisme sendiri berarti memberikan informasi yang dapat membuat seseorang melaksanakan keputusan cerdas, informasi yang bermanfaat dan benar, serta menyajikan hal-hal yang obyektif sesuai fakta lapangan," pungkasnya. (NM)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be