Langsung ke konten utama

The Power Of PUJIAN



“Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling pelit memberi pujian.” (Abdullah Gymnastiar)
Pujian, kebanyakan orang menganggap hal ini sesuatu yang remeh dan kurang berguna. Dengan alasan kalau terlalu sering dipuji, seseorang akan merasa tinggi hati, egois dan yang paling parah, sombong. Padahal, tidak semua orang seperti itu. Contohnya dikampus, pada saat PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) senior-senior di beberapa kampus masih menerapkan system‘senioritas’ dengan gaya sok garang, angkuh, dan yang paling bikin kesel adalah bentaka, disertai cacian! Di sekolah, pahlawan tanpa tanda jasa hanya sekedar menuntaskan kewajiban dan lupa dengan tugas utamanya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Begitulah
secuil contoh perilaku bangsa Indonesia yang miskin akan pujian.
Kita, sebagai pemuda aset bangsa yang sangat berharga seharusnya dapat mewujudkan cita-cita para orang tua yang belum sempat terealisasikan. Namun, dari orang tua –generasi tua- yang kadang menghambat hal tersebut. Kenapa? Karena kebanyakan dari kita hanya mendapatkan makian, bentakan, ejekan, serta kata-kata yang ‘menjatuhkan’, dengan beribu dalih “pembangunan karakterlah, biar punya etika!” dan sebagainya. Bagi saya sebagai salah satu ‘korban’, kemungkinan terwujudnya hanya sekian persen, dan hanya membuang banyak tenaga saja. Mungkin hal tersebut sudah membudidaya di Indonesia. Sampai ada sebuah statement “Orang Indonesia itu jika belum dibentak belum mau bergerak.” (?) Oke, mungkin sedikit perenungan akan kita temukan sedikit kebenaran disana. Tapi perlu diingat wahai kawan! Presiden pertama Indonesia Bung Karno, hanya dengan pujian mampu membangkitkan semangat para pemuda untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bung Tomo, dengan semangat perjuang memuji para pemuda Indonesia, karena ditangan meraka bangsa ini ada!
Apa sebenarnya makna pujian tersebut? Dalam jangka pendek, pujian adalah penggembira hati dan penyejuk sukma. Sedangkan jangka panjangnya, pujian bak bahan bakar yang dapat mengorbankan ‘sesuatu’ yang tersembunyi dalam diri kita untuk dapat mencapai ke level yang lebih tinggi. Tidak heran jika pemuda pada zaman penjajahan dulu sangat bersemangat dalam berjihad fisabilillah demi mendapatkan kemerdekaan Indonesia, dengan pujian “Berikan padaku 1000 orang tua, maka akan aku cabut Semeru dari akarnya. Berikan padaku 10 pemuda, niscaya akan aku guncangkan dunia!” begitulah pujian Bung Karno untuk kita, pemuda Indonesia.
Tulisan ini muncul saat bangun tidur waktu Shubuh. Abahku mengirim pesan “Opal yang sholeh, bangun pal… ke masjid.” Seketika itu juga saya bangun dan berangkat ke masjid untuk berjamaah sholat Shubuh. Artinya apa kawan, pujian adalah hal yang sangat luar biasa efeknya. Tapi sudah tidak banyak dari kita yang memperhatikan hal tersebut. Bekas-bekas peninggalan kaum penjajah bagi bangsa Indonesia masih melekat, bahkan menjadi budaya bagi masyarakatnya, sampai sekarang. Kalau penjajah yang dulu menghardik, mancaci, membentak kita sudah pergi, ternyata ada juga para penerusnya. Iyaaa… para ‘orang tua’ yang tak pernah mengkaji sejarah. Jadi, kalian mau jadi kaum penjajah juga?

Wallahu A’lamu Bishshowaab.

Komentar

  1. Dlu pernah ngrasain saat-saat dimana pujian jauh lebih berharga dari berlian :D

    Salam kenal dari Solo kak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe... Iya kak irfan. Salam kenal juga dari Pontianak...
      :)

      Hapus

Posting Komentar

Pesan anda sangat kami harapkan... :-)

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be