Langsung ke konten utama

MADRASAH SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ALTERNATIF

Oleh : M. Nashir Syam, M.Pd.I                                 
Salah satu sub-sistem Pendidikan Nasional adalah lembaga pendidikan madrasah, hal mana secara jelas tercantum dalam Bab VI pasal 17 dan 18 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis dan jenjang pendidikan madrasah adalah Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan.

Sekalipun dalam sistem Pendidikan Nasional madrasah disebut sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam, namun hingga kini masih mencari bentuk idealnya. Hal ini disebabkan oleh problem identifikasi madrasah yang dominan bernuansa pada dua hal ; pertama. problem interplay (tarik ulur) kebijakan madrasah dalam integrasi sistem pendidikan nasional. Dan kedua; rendahnya tingkat apresiasi dan partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan madrasah.

Jika ditelusuri lebih lanjut,
kedua muara persoalan di atas diakibatkan oleh kurangnya informasi yang menyuarakan madrasah atau lembaga pendidikan Islam secara umum. Tidak mengherankan kalau selama ini madrasah masih cenderung menjadi semacam “barang asing” yang karenanya, tidak bisa akrab dan dekat dengan masyarakat (atau hanya akrab dengan kalangan masyarakat bawah). Jelas situasi ini menghambat upaya identifikasi madrasah dan lembaga pendidikan Islam secara umum.
Padahal kiprah, peran dan fungsi madrasah dalam ikhtiar mencerdaskan bangsa adalah suatu hal yang tidak lagi membutuhkan semacam perdebatan. Pasalnya, madrasah telah lama matang dalam wacana pendidikan masyarakat di Indonesia. Dengan demikian akumulasi pengalaman madrasah dalam proses pendidikan terukur dari usia madrasah yang telah tua. Dari sini diakui atau tidak, madrasah adalah potensi aktif yang terus bergerak di bawah permukaan informasi tentangnya seperti yang tergambar di atas. Madrasah tetap terjaga dinamikanya karena memiliki kekuatan yang luar biasa dalam mempertahankan keberadaannya sendiri.
Tetapi dengan arus globalisasi yang maha dahsyat sekarang ini, yang imbasnya pada dunia pendidikan, maka mau tidak mau sosok madrasah harus ditampilkan dengan agak berbeda (dengan tetap tidak melenceng dari khittah historis dan idealismenya). Bila tidak demikian, maka madrasah hanya akan menjadi cerita sejarah atau monument yang hanya bercerita tentang kejayaan masa lalu tetapi tidak terasa denyut nadinya pada masa sekarang. Lantas, madrasah yang bagaimana, yang harus direkonstruksi pada masa kini ?
                                Problematika dan Ikhtiar Solutif
Problema terbesar yang dihadapi madrasah dewasa ini adalah respon dan stigma masyarakat yang masih memandang madrasah sebagai sebuah pendidikan kelas dua, setelah sekolah-sekolah umum. Ironisnya stigma itu terjadi justeru di kalangan komunitas muslim sendiri, padahal harus disadari bahwa madrasah adalah asset pendidikan terbesar milik umat Islam.
Menyesuaikan dengan perubahan kurikulum dan semua dinamika dunia pendidikan, maka madrasahpun mesti ikut mereformasi diri. Sayangnya karena berada pada lain atap dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maka anggaran pendidikan madrasah tidak sebesar yang dimiliki oleh sekolah-sekolah di bawah kementerian tersebut. Ini berimbas pada pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan, baik laboratorium, kepustakaan, kesenian maupun perlengkapan olahraga.
Demikian pula output yang dihasilkan oleh madrasah, masih sedikit sekali yang “pantas” disejajarkan dengan output dari sekolah umum, khususnya dalam bidang ilmu terapan. Madrasah dilebelkan pada pendidikan agama an-sich. Dalam lingkup internal ternyata madrasahpun mempunyai dilema, sebab terbentuknya lulusan yang mumpuni dalam ilmu agama sudah menjadi garapan pondok pesantren, bagaimana dengan madrasah? Lulusannya dicetak menjadi ustadz tidak bisa, menjadi lulusan yang berkemampuan dalam teknologipun tidak. Lalu hendak dibawa kemana lulusan madrasah kelak ?
Dengan deskripsi kondisi di atas, menimbulkan pertanyaan : “Lalu madrasah yang bagaimana yang harus kita tampilkan sehingga masyarakat merasa bangga dengannya?” Pertanyaan yang mengandung pekerjaan rumah yang tidak ringan, ditujukan kepada siapapun ; stakeholders dan mereka yang merasa peduli terhadap madrasah.
Memang usaha-usaha pemerintah sejauh ini sudah maksimal, seperti kita tahu pernah berdiri Madrasah Aliyah Program Khusus (atau MAPK-yang kemudian berubah menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan atau MAK, pada gilirannya berubah pula menjadi Madrasah Aliyah Kejuruan, sesuai dengan amanah UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003). Disusul pendirian Madrasah Model, Madrasah Unggulan, MAN Insan Cendekia dan sebagainya. Spiritnya harus kita apresiasi, semua dalam konteks menjawab tantangan ke depan, agar madrasah mampu berkompetisi di era global.
Sejatinya, apapun itu namanya entah madrasah model, unggulan atau madrasah favorit, yang paling penting adalah merubah pola manajemen dari klasik kepada yang berbasis teknologi. Nama tidak harus diformalkan, tetapi usaha internal harus tetap ditempuh. Di bawah ini Penulis mencoba merumuskan beberapa butir usaha yang bisa dilakukan.
1.         Pusat percontohan bagi madrasah satelit di sekelilingnya dalam bidang kurikulum, manajemen mutu kelembagaan, proses dan output pembelajaran yang optimal.
2.         Pusat kegiatan belajar mengajar atau pusat sumber belajar yang inovatif, sarana dan prasarana pendidikan yang lengkap dan memadai, serta memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas, memiliki kompetensi, islami dan populis yang dapat memberikan kesempatan bagi madrasah lain untuk memanfaatkan fasilitas yang tersedia bagi peningkatan mutu madrasah di lingkungannya, yang tergabung dalam Kelompok Kerja Madrasah (KKM).
3.         Pusat pemberdayaan yang menumbuhkan sikap mandiri bagi madrasah dan masyarakat di lingkungannya sehingga memiliki sumberdaya, dana dan prasarana yang setara dengan madrasah dan lingkungan masyarakat lain.
Dalam melaksanakan ketiga fungsi di atas, madrasah perlu didesain untuk memiliki karakteristik dan kemampuan berikut : kurikulum yang berbasis kepada teknologi informasi, program dan kegiatan andalan, SDM yang kompeten, manajemen mutu prima, fasilitas/sarana prasarana yang memadai, lingkungan yang kondusif, supervisi dan akrediasi, pembiayaan yang menunjang dan restrukturisasi organisasi madrasah.

Inilah sejumput pemikiran dari Penulis, sebagai seorang praktisi pendidikan madrasah. Tentunya konsep sebagus apapun tidak akan bernilai sama sekali apabila tidak dibarengi dengan ikhtiar yang nyata dan sunguh-sungguh dari semua pihak. *** (Penulis adalah Guru MAN 2 Ketapang)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be