Langsung ke konten utama

Indonesia, pasti bisa !

“Berikan padaku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan padaku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” (Ir. Soekarno)
Pemuda adalah agen perubahan. Perubahan untuk negara, agama, lingkungan, keluarga serta dirinya sendiri. Karena cepat atau lambat merekalah yang akan menggantikan generasi sebelumnya. Tanpa pemuda, suatu negara akan mengalami masalah serius yaitu krisis generasi. Beruntunglah, hal semacam itu tidak terjadi di Indonesia. Dengan total penduduk sekitar 240 juta jiwa, hampir setengahnya adalah pemuda (sekitar 40%) dan akan bertambah dengan adanya bonus demografi beberapa saat mendatang.
Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, moral/karakter, kesehatan, kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Selain itu, perbaikan juga perlu pada oknum-oknum pemerintahan yang bermasalah, perbaikan moral, akhlak, yang sudah terlalu banyak menghabiskan anggaran Negara.
Human Development Index (HDI) adalah salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan masyarakat dan kemajuan pembangunan suatu negara. HDI Indonesia berdasarkan UNDP pada tahun 2013 berada di peringkat 121 dunia dengan nilai 0,629 yang artinya berada di antara rentang IPM rendah hingga sedang (0,466-0,640). Data tersebut semakin diperkuat dengan
kenyataan di lapangan. Kemiskinan tiap tahun terus bertambah, pengangguran, pembangunan tidak merata, pejabat pemerintahan yang korupsi, akses informasi daerah terpencil, sampai hal terpenting yaitu pendidikan dan masih banyak lagi masalah yang mengganggu kesejahteraan dan kemajuan Indonesia.
Pemuda dan Problematikanya
Indonesia merupakan negara yang besar dan luas. Sekitar 20 % sumber daya alam dunia ada di Indonesia. Bahkan, hal tersebut berbanding lurus dengan sumber daya manusia yang tersedia. Tapi SDM yang banyak tidak menjamin banyak pula yang berkualitas. Makin bertambahnya kemiskinan dari tahun ke  tahun, penyalahgunaan narkoba, angka pengangguran, sampai kasus KKN selalu menjadi bacaan wajib bagi pemerintah dan masyarakat inteleknya. Para pemuda seakan takut untuk menyandang gelar ke-sarjana-an, karena selain beban moral yang dibawa, berbagai wacana tentang sempitnya lapangan pekerjaan, sulitnya membuka usaha, selalu menjadi bayang-bayang yang menyertai mereka sampai bergelar ‘mahasiswa abadi’ di kampusnya. Kaum pelajar disuguhi dengan sistem pendidikan yang membingungkan, membuat suasana kelas yang seharusnya nyaman untuk tempat mereka menyerap ilmu, malah jadi momok yang menakutkan. Alhasil, hanya sebagian kecil yang bisa berprestasi. Lainnya, bel pulang yang dinanti, setelah itu mereka mencari pelampiasan diri berupa gaya hidup bebas, geng motor, hura-hura, sikap hedonisme. Begitulah gambaran umum pemuda Indonesia sekarang ini.
Sejenak mari kita simak kembali Human Development Index (HDI) 2013 yang membandingkan kualitas relatif SDM di semua negara dalam bidang kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial yang merupakan pondasi bangsa untuk ‘lebih pantas’ berkompetitif. Dalam posisi HDI tersebut, Indonesia berada di peringkat 121. Sangat berbeda dengan Singapura (18), Brunei (30), Malaysia (64), Thailand (103), dan Filiphina (114). Namun lebih baik dibanding Vietnam (127), Laos (137), Kamboja (138), dan Myanmar (149). Posisi Indonesia berada di kisaran menengah kebawah. Jika penilaian dalam lingkup ASEAN sendiri, bangsa kita tercinta masuk dalam kategori “C-“. Padahal, kita mengetahui pada tahun depan akan dibuka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 atau ASEAN Community 2015, dimana ekspor-impor barang dan jasa menjadi lebih mudah tanpa persyaratan khusus. Hal ini bisa kita anggap peluang, namun bisa jadi ancaman.
Sebagai peluang, dengan adanya ASEAN Community 2015 pemuda bisa terus bereksplorasi dengan karya-karya kreatifnya, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas diri sebagai generasi penerus yang siap bersaing dikancah ASEAN. Disisi lain sebagai ancaman, karena persaingan dalam penyebaran barang dan jasa menjadi lebih luas. Selain itu, lapangan pekerjaan menjadi lebih sempit karena dari luar Indonesia-pun ikut berkompetisi se-ASEAN. Memang tidak bisa dipungkiri, kualitas SDM negara-negara ASEAN lebih baik dari Indonesia. Tidak terbayangkan jika kelak posisi-posisi penting dijabat oleh eksekutif dan bisnisman ASEAN sementara anak bangsa hanya menjadi bawahan. Maka dapat dipastikan kita akan lebih tertindas dan terlindas.
Pemuda Indonesia kini ‘disediakan’ berbagai macam kenikmatan yang membuat ‘beruang’ dalam diri mereka ber-hibernasi dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Mereka terkejut dengan gemerlapnya dunia sampai mata hatinya buta akan kebenaran. Penyalahgunaan narkoba kian bertambah dari tahun ke tahun. Angka kematian penduduk Indonesia akibat narkoba berada pada kisaran 15.000 jiwa tiap tahunnya. Fakta-fakta tersebut sangat memprihatinkan bagi generasi muda untuk jangka panjang. Dengan demikian, tak usah repot-repot mengangkat senjata untuk menghancurkan anak bangsa, bukan?
Pemuda, gerakan Anti Korupsi
Sebagai agen perubahan, sudah seharusnya kita peduli dan tanggap dengan problem yang hadir di sekitar kita. Termasuk masalah yang menyangkut kemakmuran masyarakat Indonesia. Hanya pemuda yang secara langsung memperjuangkan hak-hak rakyat, penyambung lidah kaum jelata. Isu-isu korupsi yang selalu menjadi bayang-bayang pemerintah Indonesia harus selalu dipantau oleh kita para anak Ibu pertiwi. Namun, sudah menjadi hukum alam jika ada yang baik maka ada yang buruk. Dan itulah sebuah pilihan sebagai seorang pemuda yang menentukan nasib bangsa kemudian hari.
Dampak korupsi sungguh membahayakan negara. Sejarah mencatat, hancurnya Majapahit dan Sriwijaya yang hampir menguasai daratan Asia bukan karena peperangan dengan kerajaan lain, melainkan karena konflik internal yang berkepanjangan. Salah satunya korupsi yang membuat ekonomi dan uang negara hilang. Perampasan hak rakyat, kemiskinan, sebagai dampak dari korupsi yang terus merajalela di negri tercinta.
KKN adalah hal yang sering terjadi di sekitar kita. Dana pembangunan yang tak jelas untuk apa, jabatan-jabatan penting yang ditempati keluarga sendiri sudah termasuk perampasan hak kita sebagai rakyat Indonesia. Untuk pencegahannya, pemuda harus dibentuk sejak dini untuk cinta tanah air dan rela berkorban bagi orang lain. Tidak hanya itu, membangun kretifitas dan inovasi sangat perlu untuk pengembangan skiil pemuda Indonesia. Karena bukan hanya sekedar cinta, tapi pemuda harus ikut andil untuk proses pembangunan Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Pemuda Indonesia, ayo bangkit !
“Pemuda Indonesia, milikilah semangat dan tekad berjuang. Bangun bangsa untuk hari esok.” (Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan "Baarakallah" dan "Innalillah" ?

Lumrah bagi sebagian besar kalangan aktivis dakwah yang mengucapkan kalimat “Baarakallah” yang diiringi dengan “Innalillah”, utamanya kepada salah seorang saudara yang mendapatkan amanah ataupun jabatan baru di organisasi kampus. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak saya ketika mendapatkan ucapan ini adalah apa hubungan keduanya sehingga dapat dijadikan satu ungkapan saat seseorang terbebankan amanah ataupun jabatan baru? Insya Allah akan kita bahas bersama. Baarakallah tersusun dari dua kata bahasa arab; baaraka dan allah . Secara bahasa

Diskusi Online : Sejarah Partai Mahasiswa di Universitas Tanjungpura Pontianak

Diskusinya sudah lewat, ini beberapa catatan yang terekam selama diskusi. simak selengkapnya  Notulensi Diskusi Online Parlementer #VivaLegislativa #HidupMahasiswa

Virus Yang Lebih Dahsyat Dari Corona*)

Sumber : tirto.id Adakah virus yang lebih “dahsyat” dari pada virus Corona ? Ada. Jawabannya adalah virus fitnah. Proses penyebarannya begitu masiv, sangat cepat dan bahkan cukup mematikan ; mematikan silaturrahmi, mematikan kebersamaan dan bahkan bisa memporak porandakan wilayah Tauhid, sebuah areal yang sangat sensitive. Karena fitnah itu sendiri lebih kejam dari pembunuhan, Wal-fitnatu asyaddu minal qotl. “Mengapa tidak boleh shalat berjamaah dan jum’at di masjid ? Justru saat Allah menurunkan cobaan, mengapa harus menjauhi masjid ? Jangan-jangan ini bagian dari konspirasi global Yahudi yang tidak suka umat Islam memakmurkan masjid, bukankah jauh lebih baik mati di dalam masjid daripada mati mengurung diri di rumah ? Mengapa lebih takut kepada Corona dari pada takut kepada Allah? Bukankah kematian itu sudah diatur oleh Allah, dan hanya Dia yang menentukan ? Memang zaman benar-benar sudah mendekati kiamat ...” Inilah diksi yang berkembang saat ini. Berkembang terus, be